Hasto Kristiyanto
JAKARTA – Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, dijatuhi hukuman penjara selama 3 tahun dan 6 bulan dalam perkara suap terhadap mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017–2022, Wahyu Setiawan.
Putusan itu disampaikan oleh Ketua Majelis Hakim, Rios Rahmanto, dalam persidangan yang berlangsung di ruang Kusumah Atmaja, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, pada Jumat (25/7).
Seperti dilaporkan Kompas.com, majelis hakim dalam amar putusannya menyatakan bahwa Hasto terbukti sah dan meyakinkan menyuap penyelenggara negara, sebagaimana ketentuan dalam Pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1, serta jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Hasto Kristiyanto oleh karena itu dengan pidana penjara selama 3 tahun dan 6 bulan,”
— ucap hakim Rios.
Selain hukuman penjara, pengadilan juga menjatuhkan denda sebesar Rp250 juta kepada Hasto. Jika denda tersebut tidak dibayar, maka akan digantikan dengan pidana kurungan selama 3 bulan.
Vonis tersebut jauh lebih ringan dibandingkan tuntutan tim jaksa dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang sebelumnya meminta agar Hasto dijatuhi hukuman penjara selama 7 tahun.
Majelis hakim dalam pertimbangannya menyebut bahwa Hasto tidak terbukti menghalangi proses penyidikan terhadap Harun Masiku, buronan kasus korupsi yang juga disebut dalam dakwaan pertama.
Dalam menjatuhkan putusan, majelis mempertimbangkan sejumlah aspek. Di antaranya, faktor yang memberatkan adalah tindakan Hasto dianggap tidak mendukung pemberantasan korupsi dan melemahkan independensi KPU sebagai lembaga negara.
Sementara itu, beberapa hal yang meringankan adalah sikap sopan terdakwa selama persidangan, riwayat hukum yang bersih, serta tanggungan keluarga yang dimilikinya.
Perkara ini bermula dari praktik suap yang bertujuan untuk meloloskan Harun Masiku—mantan calon legislatif dari PDI Perjuangan—menjadi anggota DPR lewat mekanisme pergantian antarwaktu (PAW).
Suap tersebut diberikan kepada Komisioner KPU Wahyu Setiawan agar Harun dapat menggantikan posisi caleg terpilih yang meninggal dunia, meski secara aturan bukan Harun yang berhak menduduki kursi tersebut.
Hingga kini, keberadaan Harun Masiku masih belum diketahui dan ia tetap berstatus buronan.
